Rabu, 02 Maret 2016

Selasa, 01 Maret 2016

Rabu, 02 Maret 2016

SUDAH LAMA TIDAK PIKNIK

Museum Sangiran - 2013
Siang ini, ketida sedang menunggu pesenan gado-gado makan siang, daripada bengong saya chating dengan istri. Ngobrol sana-sini, mulai dari pekerjaan, gaji, kegiatan anak-anak dan sudah barang tentu dibumbui dengan sayang-sayangan (cieeeee cieee).

Salah satu obrolan yang ter-celetuk adalah “ternyata sudah lama sekali yang kita tidak piknik” dan serta merta saya minta maaf, maaf tulus dari dalam hati, karena saya waktu lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. Sering kali, sebagai bentuk tanggungjawab, sabtu minggu mendampingi team melakukan kegiatan penjualan di event, atau sabtu minggu ketemu dengan orang untuk ngobrol peluang kerjasama. Sudah barang tentu hal ini menyalahi kodratnya week end untuk re-charge.

Kuta - 2012
Pada dasarnya manusia ada batas produktivitasnya, tidak bisa dipaksa untuk kerja keras terus menerus, karena kenyataannya kerja keras tidak berbanding lurus dengan produktivitas, yang ada bisa malah mengakibatkan kontra produktif. Tapi kalu malas dijamin tidak produktif. Naah itu tahu! Trus kenapa tidak libur dan piknik sono?

Ya ya ya… itu yang sedang saya pikirkan sekarang. Setelah saya piker-pikir, kecepatan kerja saya menurun, kretivitas saya menurun, (gaji nggak menurun sih), penghasian jelas menurun(berbanding lurus dengan produktivitas). Sementara jam kerja saya bertambah, ketika orang lain masig tidur, saya sudah berangkat, ketika orang lain mandi pagi bersiap ke kantor saya sudah di kantor, ketika orang lain sedang makan malam dengan keluarga, saya sedang break meeting…

Puncak Cisarua - 2008
Ada satu temen saya, seseorang yang 4 tahun lalu sudah menyeberang ke kuadran pengusaha, kalau saya telepon selalu diceramahi panjang lebar, dan sayangnya semua ceramah dia benar adanya. Tambah tua tambah sibuk, apaan itu? Jam 7 sudah ada di kantor, saya jam 9 masih pakai sarung! Punya ilmu banyak kok Cuma untuk membuat orang lain kaya, loe sendiri bagaimana? Ayolah segera mulai, sampai kapan jadi orang suruhan seperti itu?

Laah kok saya malah ngelantur ngomongnya, intinya saat ini saya cuma pingin piknik, bersama keluarga, menenangkan pikiran, dengan harapan bisa kreatif lagi, bisa fresh, bisa lebih semangat dan akhirnya bisa membuat keputusan dengan baik…

Ragunan - 2007
Di satu sisi, foto-fotoyang saya pasang di social media dan juga di blog sering membuat orang lain / keluarga lain iri, kelihatan begitu bahagianya keluarga kami (yaah memang kami bahagia), sering jalan-jalan (tidak sesering kelihatannya sih), sering ada kegiatan bersama keluarga (hmmm yang ini setiap week end, kecuali sedang ada event). Itulah cara kami menghibur diri, memaksimalkan waktu dengan hal positif, meski hanya di rumah dan tidak ada kegiatan serius, tapi kebersamaan itu adalah obat penawar yang dasyat untuk segala kepenatan hasil dari persaingan hidup di Jakarta. Dan ternyata itupun masih kurang… JADI SAYA HARUS PIKNIK… titik (emang ada duit Jok? Yaaa duit bisa dicari, justru sekarang sedang cari duit supaya bisa piknik)
Kawah Putih Ciwidey - 2015
(Hawa dingin dan aroma belerang yang menyengat tidak menyurutkan
semangat untuk ber-wefie


Kota Tua - 2015
(Jalan-jalan murah meriah, naik KRL, jalan kaki, menikmati pagi di Kota Tua)
Air Terjun Bidadari - 2015
(Ini maah di daerah Bogor, air terjunnya bagus, hanya jalan masuknya yang
hancur, jangan coba-coba bawa mobil sedan yaa)
Dago - 2016
(Car Free Day di Dago bandung, kereeen.
terimakasih Om Angkat atas rekomendasinya)
Trinil - 2016
Jemput Anak istri liburan di Kampung Madiun, baliknya
mampir ke museum Trinil yang ada di Ngawi
Simpang Lima - 2016
Menghabiskan 31 Desember 2015 di Simpang 5 semarang
tepat menjelang pergantian tahun, melanjutkan perjalanan ke Bogor
    
Cipanas - 2013
(Kebun Raya Cibodas, dingiin udaranya, hangat Pop Mie nya)
Prambanan - 2010
(menikmati hangatnya udara pelataran candi prambanan)
Pemda Cibinong - 2015
Kalau ini bener-bener Piknik, makan bareng di pinggir jalan
Pemda cibinong sebelum digusur oleh satpol PP.
Sekarang 2015 akhir, sudah bersih dari pedagang, sayang sekali
padahal sebelumnya menjadi wisata kuliner yang mantab di sini 
Salam Smart Life
Joko Ristono

Selasa, 01 Maret 2016

TIGA NADA

Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitabNya, Khawatir besok tidak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan – Sudjiwo Tedjo

Seringkali kita merasa khawatir akan hari esok, kawatir akan kesehatan, kawatir akan karir, kawatir akan rejeki. Apakah saya masih bisa terima gaji setiap bulannya, apakah perusahaan tempat saya bekerja bisa bertahan dari persaingan yang begitu berat. Kita paham bahwa biaya hidup akan semakin besar di masa depan, memikirkan bagaimana nanti membiayai anak sekolah, sementara untuk kebutuhan saat ini saja sudah memerlukan ekstra ketat dalam mengatur pengeluaran.

Kenyataan bahwa kita seringkali kehabisan uang sementara tanggal gajian masih lama, kadang ada kebutuhan

Bila kekawatiran ini bisa diolah menjadi energy positif yang menggerakkan diri menjadi kreatif menjadi orang yang pantang menyerah dan selalu berusaha lebih keras, maka hal ini bagus, dan memang demikian seharusnya. Namun sebaliknya, bila kekawatiran membuat Anda galau, membuat pesimis, selalu melihat kesulitasn-kesulitan yang akan dihadapi, bukan melihat peluang, maka hal ini menjadi malapetaka.

Tuhan menjamin rejeki setiap mahkluk
Satu hal yang pasti dan saya yakin kita semua sudah memahaminya, bahwa Rejeki sudah diatur dan dijamin oleh Tuhan bagi mahkluknya, selama mau berusaha. Belum pernah ada cerita seekor burung mati karena kelaparan, kecuali si burung memang malas terbang untuk mencari makan. Seekor cicak yang tidak bisa terbang, ditakdirkan memiliki makanan yang justru bisa terbang. Tapi namanya rejeki yang sudah menjadi ketentuan Tuhan, selama cicak mau berusaha maka makanan yang bisa terbangpun tetap bisa didapatkan. Selama cicak mau berusaha. Seekor singa harus bisa berlari lebih kencang untuk bisa mengejar dan menangkap rusa makanannya.
Intinya, setiap mahkluk hidup sudah dijamin rejekinya oleh Tuhan, selama dia mau berusaha.

Tiga Nada
Saya dan temen-temen kantor, hampir setiap hari makan siang di Taman Roxy, selain harganya terjangkau banyak sekali pilihan makanan dan tempatnya tidak jauh dari kantor, sehingga tidak memakan banyak waktu, tinggal jalan kaki.
Yang menarik perhatian saya, seorang pengamen yang menjajakan jasanya dari tenda ke tenda. Secara penampilan tidak akan menarik perhatian siapapun, laki-laki muda, badannya tambun, pakaian setahu saya tidak pernah ganti dan sudah tentu kumal dan kusam. Dengan percaya diri, dia mengamen, saya perhatikan di setiap tenda yang dia mampir selalu saja ada yang memberikan uang, entah 1000 atau 2000 rupiah. Kita akan memberikan uang bagi pengamen ada 2 alasan, pertama karena kita terhibur, yang kedua karena kita iba / kasihan.

O iya, kalau pengamen lain menggunakan alat music gitar sambil bernyanyi, cowok ini mengamen dengan cara memainkan suling. Yaa, memainkan suling sudah seharusnya menjadi penyejuk karena alunannya yang merdu dan mendayu, makan sambil mendengarkan alunan suling, serasa makan di saung sunda, makan menjadi lahap dan nyaman, meskipun kita sedang makan di bawah tenda yang kadang-kadang ada daun yang jatuh di atas piring kita.

Tentang Tuhan sudah menjamin rejeki setiap mahkluknya, si pengamen muda ini juga sudah barang tentu dijamin rejekinya, terbukti badannya tambun, tidak kelihatan sama sekali kalau dia kekurangan makan.

Tentu saja yang dia mainkan bukanlan alunan seruling yang merdu, bukan juga menggunakan seruling yang bagus dengan nada doremi yang lengkap. Tapi yang dia gunakan adalah seruling yang terbuat dari pralon, dan diberi 3 lubang untuk membuat nada yang berbeda. Dia tidak akan bisa memainkan sebuah lagu dengan sulingnya. Ya benar sekali, dia memainkan suling bikinannya ini hanya dengan kombinasi 3 note saja, diulang-ulang, tidak merdu, tidak ada lagu dan tidak enak untuk didengar. Tapi begitulah cara Tuhan memberikan rejeki pada pengamen ini, HANYA DENGAN 3 NADA, tapi dia mampu mendapatkan uang dengan cara tersebut.
Cerita tentang pengamen lainnya, saya pernah juga melihat seorang pengamen dalam bus metromini, dengan gitar dan dia berusaha bernyanyi, sementara dia adalah seorang tuna wicara. Wow, seorang tuna wicara mengamen dengan cara bermain gitar dan bernyanyi? Yaa, betul sekali, dan ini nyata. Begitulah cara Tuhan menjamin rejeki mahkluknya.

Jalani hidup dengan optimis
Kesimpulan dari cerita di atas adalah, agar kita tidak perlu khawatir dalam menjalani hidup, tidak perlu khawatir akan rejeki, karena masalah rejeki sudah diatur oleh Tuhan. Jalani saja hidup ini dengan tenang, jalani hidup dengan semangat dan optimis, ditambah dengan usaha yang pantang menyerah.

Salam Smart Life

Joko Ristono