Rabu, 27 Mei 2015

Apa Khabar Buku ku!

Setahun lalu, saya bertekat untuk menyelesaikan buku yang sudah mulai saya tulis setahun lebih. Bercerita tentang kehidupan... "rumputku lebih hijau dari rumput tetangga" .... sangat semangat saya menulis saat memulainya. Bahkan, sehari 1 artikel, sudah dapat publisher yang mau nyetak nantinya, Kerangka Buku sudah diuji dengan saya presentasikan di forum seminar... 

Trus masalahnya apa? kenapa bukunya belum terbit juga? 

Masalah klise... saya nggak punya waktu untuk menulis, sebagai karyawan saya pulang larut, sehingga sampai rumah sudah tidak energi untuk menulis. Berangkat jam 5 pulang sampai rumah jam 10 jam 11 malam... trus mau nulis apa?? KLISE .. yaaa benar benar klise. Kalau niat mah bisa aja tetep ditulis. 

Itulah manusia, hangat-hangat tai ayam... coba hangat tai kebo... lebih lama tuh hangatnya, sebelum dingin bukunya dah selesai... yaa tapi begitulah. Kadang orang harus terpaksa, baru bisa menjalankannya dengan semangat 45. Coba misalnya, misalnya looh yaaa... tiba-tiba saya saya nggak punya kerjaan, nggak ada gaji, satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalh menulis buku, cetak dan terjual, dapat duit... kira-kira bukunya bisa jadi dalam 1 bulan nggak? yaa dijamin 100% jadi.. THE POWER OF KEPEPET.

4 bulan lalu, sekita bulan februari 15, saya ketemu kenalan lama, intinya beliau (yang sekrang jadi atasan saya di Dimarco), datang dan ngobrol panjang lebar. ada satu hal yang membuat saya tertarik, bahwa hidup harus seimbang, jangan habiskan waktu untuk kerjaan, keluarga harus diberi jatah waktu yang layak, ayo kerja jangan pulang malam melulu... saya dulu juga seperti pak Joko, kerja gak pernah lihat matahari, berangkat subuh, pulang jam 12 jam 1 malam. sekarang saya sadar usia (dalam hati, loe kan usianya jauh dibawah saya... berarti apa artinya saya ini yang masih pulang malam setiap hari karena kerjaan). Intinya saya sepakat bekerja jadi team Beliau, diberikan tanggungjawab dan dijamin hidupnya seimbang, Saya semangat, karena saya bakal punya waktu untuk menulis buku saya (yang sudah tertunda 3 tahun terakhir).

Dengan berjalannya waktu, sekarang bulan ke 3 saya bekerja, namun menulis buku sama sekali tidak kesentuh, memang pulang tidak malam, tapi pikiran hampir 24 jam memikirkan pekerjaan. Awalnya saya maklum, karena memang sedang set up unit bisnis baru, mulai dari Nol, pasti akan perlu waktu 3 - 6 bulan dan ini baru bulan ke 3, masih bisa saya pahami kenapa nulis buku belum kesentuh lagi.

Kita lihat saja, apakah ini akan berakhir dengan hasil yang sama 1 tahun kemudian, buku saya tetap terbengkalai, apa yang sudah saya mulai mengendap begitu saja... 

Bismillah, semoga tidak demikian, kuatkan niat untuk menyelesaikan Buku.

Ganbatte

Salam Smart Life
Joko Ristono

Sabtu, 16 Mei 2015

Sumantri Ngenger - Kisah Pengabdian seorang Murid?


Hidup harus berkembang, hidup harus lebih baik dari hari ke hari, hidup harus bermanfaat untuk sebanyak mungkin orang dan lingkungan. Tentu tidak semata-mata kita bisa memberikan manfaat bagi banyak orang, tidak mudah menjadi orang yang berguna, tidak selalu bisa menerapkan yang kita miliki untuk kebaikan orang lain.

Berguna bagi orang lain terlebih dahulu harus dimulai dari pengembangan diri, sehingga memiliki pribadi yang memiliki wawasan luas, memiliki ketrampilan, memiliki soft skill dan attitude untuk bisa berbagi.

Pagi ini saya disadarkan oleh guru kehidupan saya, orang yang selama puluhan tahun selalu memberikan inspirasi, memberikan wejangan, memberikan masukan dan menanamkan nilai-nilai hidup “agar bisa berguna bagi orang lain, saat ini dan selamanya”.

Saya diminta membaca kisah Sumantri ngenger dan kokrosono. Saya paham maksudnya kenapa saya harus membaca buku tersebut, dan langsung saja saya mencari e-book nya di internet, karena kalau ke toko buku mesti mandi dulu, cuci mobil dulu dan belum tentu nemu buku tersebut.


Alhamdulillah, saya baca secara cepat dan mendapatkan saripatinya:

Kisah Sumantri Ngenger

Apa sebetulnya Ngenger itu? Ngenger adalah upaya seseorang yang ingin berguru kepada seorang guru yang diyakininya akan membuatnya tercapai segala kemuliaan hidupnya.

Pada pagi yang belum sempurna, ia melangkah ke utara. Ia tinggalkan Sukrosono, adiknya yang bocah bajang yang buruk rupa, keriting, cebol, dan agak hitam itu. Dengan penampilan fisik semacam itu, mungkin Sumantri merasa adiknya hanya akan menjadi perintang. Meski ia tahu, kesaktian Sukrosono satu tingkat di atasnya. ”Aku sengaja pergi pagi-pagi benar pada saat kau masih lelap. Maafkan aku, adikku,” kata Sumantri pada hari kepergiannya.


Sebagai batu ujian, sumantri diuji oleh sang calon majikan, prabu Harjunosasra, ia ditugaskan melamar Dewi Citrawati, putri negara Magada yang waktu itu menjadi rebutan/lamaran raja-raja dari seribu negara. Sumantri memang laki-laki pilihan dewa. Dalam suatu pertempuran, ia berhasil membebaskan Negeri Magada dari kepungan pasukan Widarba. Ia menang telak, pasukannya membawa banyak tawanan dan rampasan; emas-berlian, ternak, dan para putri. Tapi Sumantri tak segera pulang. Di perbatasan, ia justru mengirim surat ke Maespati dan menantang Harjuna Sasrabahu perang tanding. Ada kesombongan yang tiba-tiba melonjak. Juga ketidakpercayaan akan kekuatan dan kesaktian sang raja. Singkat cerita, Sumantri berhasil memboyong Dewi Citrawati. 

Tapi sebelum menyerahkan kepada Prabu Arjunasasra, ia lebih dulu ingin menguji kemampuan dan kesaktian Prabu Arjunasasra sesuai dengan cita-citanya ingin mengabdi pada raja yang dapat mengungguli kesaktiannya. Dalam perang tanding, Sumantri dapat dikalahkan Prabu Arjunasasra yang bertiwikrama. 


Atas sikap sumantri ini, ada dua tafsir tentang, Pertama, Sumantri sekadar ingin lebih meyakinkan diri tentang kepatutan raja yang ia abdi. Kedua, ia tengah mabuk kemenangan. Apa pun alasannya, Sumantri akhirnya kalah melawan prabu Harjuna Sasrabahu, dan ia menerima hukumannya: untuk memindahkan Taman Sriwedari dari khayangan ke istana. Hukuman tersebut sekaligus sebagai syarat agar sumantri bisa ngenger kepada Prabu Harjunasasra. Prabu Harjuna menyetujui Sumantri akan menjalani Ngenger ini, namun ada syarat dari Prabu Harjuna yang harus dipenuhi oleh Sumantri, yaitu memindahkan Taman Sriwedari ke tamannya. Betapa berat persyaratan ini. Taman sriwedari adalah taman indah yang ada di Kahyangan Untarasegara, maka wajarlah bila Prabu Harjunasasra ingin mempersembahkan taman tersbeut untuk para istrinya.


Dalam cerita pewayangan, dan dalam kehidupan nyata saat ini, begitulah adanya, selalu ada harga yang harus dibayar. Begitulah cara seseorang kasatriya untuk mencapai kemuliaan hidup. Menuntut ilmu kepada kesatriya yang memiliki derajat ilmu lebih tinggi darinya, untuk menambah ilmu yang dimilikinya saat ini. Dan ngenger adalah cara yang tepat, tinggal bersama, mengamati kehidupan sehari-hari, menunjukkan bakti, kesabaran, sedikit demi sedikit dan dalam jangka waktu yang panjang.


Sumantri masih galau dengan syarat berat yang diajukan oleh Prabu Harjunasasra agar dirinya bisa ngenger! Dia berpikir untuk membatalkan niatnya karena seolah tidak mungkin memindahkan taman Sriwedari yang besar dan Indah itu, bagai mana caranya? Kalau saya bisa memindahkannya, sudah tentu saya adalah orang sakti yangtidak perlu Ngenger lagi! Galau, Galau Galau… !

Dalam Ngenger ini, kasatriya yang menuntut ilmu itu tinggal dirumah gurunya tersebut agar mendapat ilmu tidak hanya ilmu secara langsung dari sang guru, tapi belajar pula dari segala tingkah laku sehari-hari yang dilakukan gurunya itu. Raden Sumantri akan melakukan hal saya selama menjalani Ngenger. Prabu Harjunasasra yang dinilai sakti mandraguno dan sangat ideal menurut Sumantri. Maka begitu besar niat Sumantri untuk berguru dengan cara Ngenger seperti itu kepada Prabu Harjunasasra.


Dalam dunia saat ini, belajar S1, S2, S3 ada pengorbanan dan biaya mahal yang harus dibayar, belajar langsung dengan cara “ngenger” pada perusahaan yang dinilai akan memberikan banyak ilmu, ada harga yang harus dibayar. Ada syarat berat yang harus disiapkan terlebih dahulu, pengorbanan waktu, pengorbanan.


Cinta Kokrosono pada Kakak

Sumantri sangat bersedih memikirkan persyaratan,  betapa beratnya syarat yang dipasang Harjuno untuknya membuat dia bersedih, apakah Taman Sriwedari yang indah itu bisa dipindah ke taman istana ini? Dalam kesedihannya ini Sumantri didekati adiknya Kokrosono, adik Sumantri ini buruk rupa namun sayangnya dengan Sumantri amat sangat besarnya. Maka ketika sang Kakak bersedih hati dia pun tidak bisa tinggal diam untuk membiarkan kakaknya sedih berkepanjangan.

Kokrosono bertanya pada kakaknya dan Sumantri juga menceritakan apa yang menjadi kesedihan hatinya. Sang Adik, Kokrosono yang buruk rupa itu ternyata sanggup membantu persyaratan itu. Dia memiliki banyak teman-teman makhluk halus yang sudah barang tentu dengan mudah bisa membantu memindahkan taman Sriwedari yang membuat kakak kesayangannya bersedih. Dan persyaratan yang maha berat itupun bisa dilaksanakan, taman sriwedari itu bisa berpindah ke istana Prabu Harjunasasra dan dipersembahkan untuk putri-putri kerajaan

Malapetaka menimpa Kokrosono

Para Putri sangat takjub akan keindahan taman sriwedari yang berhasil dipindahkan oleh Sumantri (melalui bantuan adiknya), para puteri menjadi sangat senang karena Taman Sriwedari sudah ada. Mereka bermain-main ditaman. Kokrosono yang telah berhasil memindahkan tamanpun ingin pula bermain melihat semua itu. Namun hal ini menjadi awal malapetakan yang akan menimpanya.

Sayang, kehadiran Sukrosono yang buruk rupa membuat kekacauan para penghuni keputren yang sedang menyaksikan keindahan taman Sriwedari. Sumantri malu dan meminta adiknya segera pergi. Tapi Sukrosono menolak. Hingga akhirnya Sumantri membidikkan anak panah ke arahnya. Dia menakuti adiknya dengan pura-pura mau memanah agar adiknya keluar dari taman Sriwedari, begitu maksudnya. Tanpa diduga anak panah lepas. Sumantri kaget, tapi terlambat. Adiknya tewas terkena panahnya.

Sumantri bersedih yang kedua kalinya. Ngenger-nya berbayar mahal sekali harus mengorbankan adiknya yang telah membantunya mewujudkan harapannya untuk bisa ngenger dan adik yang sangat dicintainya harus gugur ditangannya


Pelajaran

Pelajaran yang dipetik dari cerita ini adalah memang dalam menuntut ilmu itu banyak sekali kesulitannya namun dalam menaklukkan kesulitan itu harus hati-hati, jangan sampai dalam mengatasi kesulitan itu bertindak ceroboh, seperti Sumantri yang mempunyai cara memakai anak panah untuk menyuruh adiknya pergi dari taman Sriwedari itu tentunya adalah hal yang tidak benar.


Sumantri bisa saja berkata baik-baik pada adiknya agar pergi saja karena putri-putri takut atau mengakui saja bahwa itu adiknya yang baik yang telah menolong untuk memindahkan taman Sriwedari itu. Mungkin para putri itu akan lebih menghormati Kokrosono meskipun buruk rupa tetapi mempunyai jasa yang besar.


Itulah hidup. Namun nasi telah menjadi bubur, kisah tinggallah kisah namun pelajaran ini akan diingat dan dipelajari semua yang mau belajar kehidupan
 
Manusia macam apakah Sumantri? Dalam Tripama, sebagai patih Suwondo ia disebutkan memiliki tiga kelebihan; pandai, selalu menyelesaikan pekerjaannya, dan jika perlu mempertaruhkan nyawa. Tapi serat itu juga menyimpan satu pertanyaan penting; apakah Sumantri memiliki hati nurani? Itulah masalahnya. Dan tak hanya dalam jagad pewayangan, di dunia yang real sekarang ini, dalam dunia kerja, dalam dunia bisnis,  Sumantri berkeliaran. Ia mengambil manfaat pada saat membutuhkan, kemudian mencampakkan ketika mulai merasa jijik.

Salam Smart Life
Joko Ristono