Minggu, 12 Februari 2017

POHONKU MULAI BERBUAH

Pagi ini saya membaca sebuah keluhan temen saya yang di-share di grup WA, pada usianya yang tidak muda lagi, dia marasa bahwa kehidupan tidak adil dan tidak berpihak padanya. “nasib-nasib, sudah tua masih nenteng-nenteng tas seperti ini”. Setahu saya dia adalah seorang Tour guide dari sebuah perusahaan travel, tugasnya adalah mengatur jadwal dan memastikan semua pelanggan mendapatkan pelayanan dengan baik selama melakukan perjalanan wisata. Nah dalam memastikan pelanggan nyaman, maka semua hal tetek bengek termasuk tas adalah urusan travel, pelanggan tahunya bersenang-senang menikmati perjalanan. Menurut saya tidak ada yang salah dengan profesi yang dia jalani saat ini. Pilihannya ada 2, pertama, mensyukurinya atau kedua mencari profesi lain yang menurutnya lebih baik. Tapi untuk pilihan kedua tentu harus disesuaikan dengan kompetensi yang dia miliki.

Kalau kita berbicara Takdir dan Nasib, hal ini adalah dua hal yang berbeda. Takdir sudah ditentukan oleh Tuhan sang pemberi hidup, sedangkan nasib 100% tergantung dari upaya yang dilakukan oleh masing-masing pribadi. Apa yang dialami saat ini adalah sebuah nasib, apa yang menimpa kita saat ini adalah buah dari upaya yang kita lakukan selama ini.

Kembali kepada keluhan temen saya di atas, mungkin saja Tuhan tidak mentakdirkan dia sebagai pembawa tas pelanggan di usianya sekarang, tapi nasib yang dia ciptakan dari akumulasi usaha yang sudah dia lakukan selama ini hanya cukup untuk menjadikannya sebagai seorang pembawa tas.

Buddha pernah mengatakan “kita adalah wujud dari apa yang kita pikirkan selama ini”. Dalam teori manajemen dijelaskan bahwa: informasi yang diterima akan mempengaruhi pikiran, pikiran akan mempengaruhi tindakan dan tindakan menentukan hasil, dan hasil adalah nasib. Jadi sejak kapan nasib yang menimpa kita mulai ditentukan? Betul sekali, sejak kita mengisi otak kita dengan informasi. Informasi baik akan yang selalu dimasukkan dalam otak akan terendap di pikiran bawah sadar yang pada akhirnya akan membentuk pola pikir yang baik. Dan sebaliknya, ketika setiap saat kita melihat pertikaian, menyimak orang saling menghujat di sosial media, melihat penceramah yang selalu menyebar kebancian dan memprovokasi, sudah bisa ditebak, apa isi pikiran kita? Maka tindakan kita tidak akan jauh dari informasi-informasi buruk yang terakumulasi masuk dalam pikiran bawah sadar.

Transaksional

Saya beruntung memiliki kesempatan bekerja pada beberapa perusahaan besar lebih dari 20 tahun, khususnya bekerja di dunia sales dan marketing. Hal ini membuat saya kaya dengan skill, knowledge yang menjadi pengalaman berharga. Tepatnya selama 23 tahun saya menjadi paham bagaimana cara melakukan penjualan, bagaimana membuat laporan, bagaimana menjaga hubungan dengan pelanggan, bagaimana membangun team penjualan yang tangguh, bagaimana membangun sistem dan pada akhirnya bagaimana menciptakan keuntungan bagi perusahaan. 23 tahun waktu yang cukup panjang untuk sebuah proses pembelajaran, apalagi selama ini saya berkesempatan bekerja di beberapa perusahaan dengan jenis bisnis dan kultur yang berbeda-beda, semakin banyak hal yang bisa dipelajari.

Dalam kehidupan, karakter orang satu dengan yang lainnya berbeda-beda, tapi secara garis besar bisa disederhanakan menjadi 2 golongan, yaitu golongan transaksional dan un-traksaksional (istilah saya sendiri).

Transaksional adalah ketika orang hitung-hitungan dan selalu berpikir dari kacamata pribadi saat ini. Ada orang yang selalu bertanya “saya dapat apa?”, “ini bukan tugas saya”, ‘ini bukan urusan saya”, dan lainnya…. Anda pernah menjuampai orang seperti ini? Sering atau sangat sering? Ini adalah golongan pertama.

Golongan kedua adalah sebaliknya, un-transaksional. Diberikan tugas 10, bisa saja dia mengerjakan 20 pekerjaan, sebagai karyawan bagian admisnistrasi orang ini masih berpikir bagaimana saya bisa membantu team penjualan, ketika melihat orang lain kesusahan dia selalu menawarkan bantuan, dan seterusnya… tidak pernah bertanya “untungnya apa buat saya?”. Mereka memiliki keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada yang sia-sia, mereka tahu bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan begitu pula sebaliknya.

Saya bersyukur Tuhan memasukkan saya pada golongan kedua, dan sangat bersyukur atas hal ini. Beberapa kali temen-temen saya mengingatkan saya agar tidak menggratiskan bantuan (yang bersifat skill), tapi bagi orang golongan kedua seperti saya tidak melihat hal ini sebagai hal yang gratis karena akan berbalas pada saatnya nanti.

Nasibku saat ini

Ketika saya menjadi orang traksaksional, dipastikan saya mengalami banyak kesulitan saat ini. Saya hanya akan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan jobdesk saja, yaitu bagaimana caranya jualan dan mengelola pelanggan, itu saja. Jarang ada perusahaan yang menawarkan posisi di bidang sales dan marketing untuk usia kepala 4, apalagi 4 lebihnya banyak… hehehehe

Beruntung saya ringan tangan dan tidak transaksional:
  • Belajar design grafis otodidak.. hal ini saya lakukan atas dua hal, pertama karena tidak bisa mengandalkan staf design grafis yang antrian orderannya numpuk, yang kedua ternyata bisa design itu asyik. Dan saat ini saya bisa mendapatakan duit dengan mengerjakan design grafis
  • Dalam jobdesk saya tidak ada tugas untuk melatih dan memberikan training, karena memang tugas tersebut sudah ada yang mengerjakan. Namun ternyata darah guru mengalir dalam diri saya, sehingga ada semangat berbagi. Dan saat ini saya bisa mendapatkan duit dengan menjadi seorang trainer
  • Kebiasaan untuk membantu bagian lain.. saya ingat betul sifat saya ringan tangan membantu orang lain, membantu pekerjaan orang lain di luar jobdesk, memberi masukan tanpa diminta, bagi saya ini adalah sebuah kebaikan, sekaligus kesmepatan untuk belajar. Kebiasaan ini sekarang berbuah dan menghasilkan rupiah karena beberapa teman mempercayakan pengembangan perusahaan “business development-nya” kepada saya
  • Di sela-sela bekerja, saya belajar menulis. Menulis risalah rapat, menulis laporan, dan yang paling keren adalah menulis artikel dan membuat blog (www.jokoristono.com). Kebiasaan menulis ini lama kelamaan terasah dan kemampuan dalam hal ini semakin baik. Saat ini berbuah sebuah buku setebal 470 halaman (sedang proses cetak) dan yang paling keren adalah mendapat orderan mengerjakan project penulisan konten website selama 1 tahun dari sebuah BUMN besar di Indonesia.
Bisa dibayangkan bagaimana nasib saya saat ini ketika saya tumbuh sebagai orang yang hitung-hitungan atau transaksional.

Salam Smart Life
Joko Ristono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 12 Februari 2017

POHONKU MULAI BERBUAH

Pagi ini saya membaca sebuah keluhan temen saya yang di-share di grup WA, pada usianya yang tidak muda lagi, dia marasa bahwa kehidupan tidak adil dan tidak berpihak padanya. “nasib-nasib, sudah tua masih nenteng-nenteng tas seperti ini”. Setahu saya dia adalah seorang Tour guide dari sebuah perusahaan travel, tugasnya adalah mengatur jadwal dan memastikan semua pelanggan mendapatkan pelayanan dengan baik selama melakukan perjalanan wisata. Nah dalam memastikan pelanggan nyaman, maka semua hal tetek bengek termasuk tas adalah urusan travel, pelanggan tahunya bersenang-senang menikmati perjalanan. Menurut saya tidak ada yang salah dengan profesi yang dia jalani saat ini. Pilihannya ada 2, pertama, mensyukurinya atau kedua mencari profesi lain yang menurutnya lebih baik. Tapi untuk pilihan kedua tentu harus disesuaikan dengan kompetensi yang dia miliki.

Kalau kita berbicara Takdir dan Nasib, hal ini adalah dua hal yang berbeda. Takdir sudah ditentukan oleh Tuhan sang pemberi hidup, sedangkan nasib 100% tergantung dari upaya yang dilakukan oleh masing-masing pribadi. Apa yang dialami saat ini adalah sebuah nasib, apa yang menimpa kita saat ini adalah buah dari upaya yang kita lakukan selama ini.

Kembali kepada keluhan temen saya di atas, mungkin saja Tuhan tidak mentakdirkan dia sebagai pembawa tas pelanggan di usianya sekarang, tapi nasib yang dia ciptakan dari akumulasi usaha yang sudah dia lakukan selama ini hanya cukup untuk menjadikannya sebagai seorang pembawa tas.

Buddha pernah mengatakan “kita adalah wujud dari apa yang kita pikirkan selama ini”. Dalam teori manajemen dijelaskan bahwa: informasi yang diterima akan mempengaruhi pikiran, pikiran akan mempengaruhi tindakan dan tindakan menentukan hasil, dan hasil adalah nasib. Jadi sejak kapan nasib yang menimpa kita mulai ditentukan? Betul sekali, sejak kita mengisi otak kita dengan informasi. Informasi baik akan yang selalu dimasukkan dalam otak akan terendap di pikiran bawah sadar yang pada akhirnya akan membentuk pola pikir yang baik. Dan sebaliknya, ketika setiap saat kita melihat pertikaian, menyimak orang saling menghujat di sosial media, melihat penceramah yang selalu menyebar kebancian dan memprovokasi, sudah bisa ditebak, apa isi pikiran kita? Maka tindakan kita tidak akan jauh dari informasi-informasi buruk yang terakumulasi masuk dalam pikiran bawah sadar.

Transaksional

Saya beruntung memiliki kesempatan bekerja pada beberapa perusahaan besar lebih dari 20 tahun, khususnya bekerja di dunia sales dan marketing. Hal ini membuat saya kaya dengan skill, knowledge yang menjadi pengalaman berharga. Tepatnya selama 23 tahun saya menjadi paham bagaimana cara melakukan penjualan, bagaimana membuat laporan, bagaimana menjaga hubungan dengan pelanggan, bagaimana membangun team penjualan yang tangguh, bagaimana membangun sistem dan pada akhirnya bagaimana menciptakan keuntungan bagi perusahaan. 23 tahun waktu yang cukup panjang untuk sebuah proses pembelajaran, apalagi selama ini saya berkesempatan bekerja di beberapa perusahaan dengan jenis bisnis dan kultur yang berbeda-beda, semakin banyak hal yang bisa dipelajari.

Dalam kehidupan, karakter orang satu dengan yang lainnya berbeda-beda, tapi secara garis besar bisa disederhanakan menjadi 2 golongan, yaitu golongan transaksional dan un-traksaksional (istilah saya sendiri).

Transaksional adalah ketika orang hitung-hitungan dan selalu berpikir dari kacamata pribadi saat ini. Ada orang yang selalu bertanya “saya dapat apa?”, “ini bukan tugas saya”, ‘ini bukan urusan saya”, dan lainnya…. Anda pernah menjuampai orang seperti ini? Sering atau sangat sering? Ini adalah golongan pertama.

Golongan kedua adalah sebaliknya, un-transaksional. Diberikan tugas 10, bisa saja dia mengerjakan 20 pekerjaan, sebagai karyawan bagian admisnistrasi orang ini masih berpikir bagaimana saya bisa membantu team penjualan, ketika melihat orang lain kesusahan dia selalu menawarkan bantuan, dan seterusnya… tidak pernah bertanya “untungnya apa buat saya?”. Mereka memiliki keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada yang sia-sia, mereka tahu bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan begitu pula sebaliknya.

Saya bersyukur Tuhan memasukkan saya pada golongan kedua, dan sangat bersyukur atas hal ini. Beberapa kali temen-temen saya mengingatkan saya agar tidak menggratiskan bantuan (yang bersifat skill), tapi bagi orang golongan kedua seperti saya tidak melihat hal ini sebagai hal yang gratis karena akan berbalas pada saatnya nanti.

Nasibku saat ini

Ketika saya menjadi orang traksaksional, dipastikan saya mengalami banyak kesulitan saat ini. Saya hanya akan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan jobdesk saja, yaitu bagaimana caranya jualan dan mengelola pelanggan, itu saja. Jarang ada perusahaan yang menawarkan posisi di bidang sales dan marketing untuk usia kepala 4, apalagi 4 lebihnya banyak… hehehehe

Beruntung saya ringan tangan dan tidak transaksional:
  • Belajar design grafis otodidak.. hal ini saya lakukan atas dua hal, pertama karena tidak bisa mengandalkan staf design grafis yang antrian orderannya numpuk, yang kedua ternyata bisa design itu asyik. Dan saat ini saya bisa mendapatakan duit dengan mengerjakan design grafis
  • Dalam jobdesk saya tidak ada tugas untuk melatih dan memberikan training, karena memang tugas tersebut sudah ada yang mengerjakan. Namun ternyata darah guru mengalir dalam diri saya, sehingga ada semangat berbagi. Dan saat ini saya bisa mendapatkan duit dengan menjadi seorang trainer
  • Kebiasaan untuk membantu bagian lain.. saya ingat betul sifat saya ringan tangan membantu orang lain, membantu pekerjaan orang lain di luar jobdesk, memberi masukan tanpa diminta, bagi saya ini adalah sebuah kebaikan, sekaligus kesmepatan untuk belajar. Kebiasaan ini sekarang berbuah dan menghasilkan rupiah karena beberapa teman mempercayakan pengembangan perusahaan “business development-nya” kepada saya
  • Di sela-sela bekerja, saya belajar menulis. Menulis risalah rapat, menulis laporan, dan yang paling keren adalah menulis artikel dan membuat blog (www.jokoristono.com). Kebiasaan menulis ini lama kelamaan terasah dan kemampuan dalam hal ini semakin baik. Saat ini berbuah sebuah buku setebal 470 halaman (sedang proses cetak) dan yang paling keren adalah mendapat orderan mengerjakan project penulisan konten website selama 1 tahun dari sebuah BUMN besar di Indonesia.
Bisa dibayangkan bagaimana nasib saya saat ini ketika saya tumbuh sebagai orang yang hitung-hitungan atau transaksional.

Salam Smart Life
Joko Ristono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar