Senin, 11 Maret 2013

Violin Viola



 http://24.media.tumblr.com/tumblr_m7jm2u02Yt1rbzkc7o1_1280.jpg
Wanington DC, February 17th 2013 09.00 am waktu setempat. Kota besar itu telah terjaga dari lelapnya angin malam. matahari telah menyapa diatas gedung – gedung penacakr langit dari negeri Paman Sam yang tak akan kelam diterjang malam. suara klakson mobil – mobil mewah, konglomerat berdasi, para pejalan kaki, daerah – daerah edukasi dan industri telah bangkit dari peraduan untuk mewarnai warni – warni pelangi kota ini.

Sinar matahari kian meninggi. butiran – butiran debu berkeliaran diantara AC-AC kota sekutu ini. meninggalkn setetes peluh di kening setiap jejak langkah insan ibukota, tertatih jalan seorang wajah mungil yang menelusuri jalanan kecil di sisi jalan perkotaan yang menggerus senyuman manis sebagai jalan yang tragis. wajah kecil ini, tak mengingatkan bahwa ia titipan ilahi sebagai anak Washington DC. Ia tak mancung seperti bule – bule yang ada di televisi, kulit tubuhnya pun hanya sekedar sawo matang, tingginya pun standar – standar saja. tak lain lagi kalau itu adalah anak tanah air. Entah apa tujuannya menapakkan kedua kakinya di atas bumu Washington DC.
-      Bukan untuk membuat boneka diantara kristal – kristal es yang saling mengadu di musim salju.
-      Bukan untuk mencari symponi angin hangat diantara dedauanan alami di musim semi.
-      Bukan untuk menyapa sang mentari di tepian pantai di musim panas.
-      Bukan unutk memejamkan mata menikmati perjalanan yang bertabur di musim gugur. 

Bukan itu duhai kawan, bukan itu kemauan di balik senyum tipis wajah mungil itu.”aku anak papa mama, dimanakah mereka menginjakkan kedua mereka, pasti kalian akan lihat tapak kaki kecil di sela – selanya. Itulah tapakku, aku harus bersama mereka dimanapun  mereka. kepada siapa mengadu jika aku sedang sedih... keapada siapa aku menangis jika kakiku lecet.. Siapa yang akan mengajariku bersolek jika aku ingin tampil seperti ratu sejagad semalam ?”. itulah serangkain kata yang keluar dari mulut mungil anak. sederhana memang, namun itulah insan kecil Tuhan. alasan wajib bagi sebayanya. Entah aakah setiap anak dikodratkan begitu ??

Di rumah itu, rumah yang tengah kukuh berdiri di tengah kota termahsyur itu, didekat balkon rumah, suara itu selalu terdengar. Begitu sering. kadang mengeluarkan alunan symponi yang sangat cocok di hati,, namun  terkadang juga bebuah nada yang begitu kuat, nada itu seperti bernyawa, entah pesan apa yang ingin ia sampaikan, nada itu keluar dari sebuah dawai yang dimainkan dengan penuh emosi dan ekspresi di dalamnya. ya, itulah musiknya. Sebuah permainan biola rupanya. senar – senar  biola itu, saling menyatu mengeluarkan nada – nada yang melengking. memberi sapaan kepada padat penat kota besar itu. jari – jari mungil menari – nari diatas senar biola yang tergesek. jemari itu menari dengan begitu gemulai bak penari pendet ananda pulau dewata. Siapa yang terka, siapa yang menduga, siapa yamg mengira. gadis kecil yang senantiasa menapakkan kedua kakinya diatas jalan sentral paman sam itulah, yang lihai meliuk – liukkan jemarinya diatas dawai senar biola itu. keluarganya tahu tentang symponi dan musik, tapi tak  satupun dari mereka yang pernah memainkan tangan – tangan kreatif mereka diatas symponi instrumentalis yang mengais sejuta makna kehidupan di setiap alunan nadanya. insan kecil itu serasa menemukan kawan terbaik diantara rerumunan insan –insan kecil yang setiap pagi mengendarai mobil -  mobil mewah pribadi dengan sopir pribadi mereka.menuju sekolah yang katanya sekoalh internasional. tapi tidak untuk gadis kecil ini. kawan apapun dapat. saling mengisi dan melengkapi, tertawa saat suka menangis saat duka, selalu terbuka, berusaha menyimpan rahasia diantara keduanya.. dan baginya, biola itulah kawan sejatinya. sesuai namanya, tak ironi jika jemarinya pandai berkarya diatas senar biola. viola. ya, viola...itulah nama gadis kecl itu, kerananya kerap sapa tetangga kepadanya”violin viola”. sebuah nama yang serasi baginya dan biolanya.

Hiruk pikuk, bising yang membikin pusing, kacau masih berpasangan dengan balau, derai debu dan lalu lalangkehidupan menorehkan sebuah suratan kehidupan yang berwarna. ada lembah ada bukit. ada samudera ada benua, ada jurang dan ada pegunungan. kehidupan tak akan datar layaknya aliran laut mati. roda masih berputar, jalan masih panjang, ada gunung yang harus didaki, ada samudera yang hars diseberangi, dan ada lembah yang harus dituruni. viola, kutakan dirimu... siapapun tahu kau masih belia, namun tak ada yang bisa untuk mengelak suratan tuhan.tunjukkan jika kamu layak untuk bahagia.

Kisah viola bermula saat kedua kakinya pertama kali bertapak di paman sam.sebuah kehidupan yang bertolak belakang dengan kampung halaman. disini, ia mulai mebuka lembaran halaman kehiduapan. lembaran – lembaran yang ia gores dengan tinta peluh dan air mata. dan itulah buku yang sejati. buku kehidupan violin viola.

 Sekolah baru, tentulah hal itu. ia haarus mampu menerima lingkungan yang mengais tragis setiap canda dan tawa. kawan baru dari anak insan – insan penguasa Amerika ? ibarat pa ia disana ? anak desa yang berharap dapat hidup bahagia dengan kondisi 1800. sorang zero yang ingin menyapa hero yang arogan ? apa nanti balasan si hero ? maukah si hero melirikkan mata sekedar melihat sapaan si zero ? yang ada hanya pukulan maut yang menghantam setiap seyum sapa zero yang tak ada artinya walaupun hanya sekuku hitam. viola masih sabar. Ia hanay insan kecil yang hati dan perasaannya belum peka satu hal yang perlahn – lahan mengeruk senyum dan keikhlasan. ia masih mampu menahan air mata yang akan jatuh di kedua pipi tembemnya.

Ia tahu TUHAN sealu terjaga untuknya. TUHAN tahu apa yang ia mau.ia hanya ingin, ia dan biolanya melukiskan sebuah sejarah baru kota itu. Biola adalah sebuah symponi keindahan yang setiap orang harus tahu. ia dan biolanya harus tetap berkarya.kata pedas dan pahit mungkin terus mendera, tapi semangat hidup ini siapa yang terka. hal yang luar biasa dapat terukir dalam lembaran hidup.

Classical music contest. sebuah sajian kompetisi musik klasik yang ditujukan semua kaum. viola harus ada... semangat dari seorang insan kecil tak akan terhenti. silakan lewat depan rumahnya. alunan biola senantiasa memecah keheningan. senar – senar biola tak jenuh untuk mengeluarkan nada – nada yang begitu memikata raga. setiap waktu, dan selalu. biola sebagai kawan dalam berkarya dan membuka cakrawala dunia. kesempatan itu... ia gunakan untuk berteriak lantang kepada dunia”the world... i can”.  tepukan tangan demi tepuakn tangan silih berganti beradu memberi salut dan apresiasi kepada para pemusik panggung kompetisi. Akankah insan kecil itu masih mendapat sisa tepuk tangan itu ?dengan sebuah biola di tangan nya, ia menapakkan kedua kaki nya diatas panggung mewah itu. ia lemparkan sebuah senyuman tipis kepada seadanya insan malam itu. ia mulai memberikan alunan symponi dalam senar biola. ia pejamkan kedua mata indahnya itu. ia mulai menggesek senar – senar biola nya. 

Dengan membawakan lagu pachelbel milik musisi ternama dunia, wolfgang Amadeus Mozart. Nada demi nada, lirik demi lirik keluar begitu indah diantara senar – senar biola dan tarian dari jemari insan ini seakan tak mengijinkan setipa insan utuk sekedar mengedipkan mata, torehan perasaan tergores didalamnya. ia beri kekuatan di setiap nada yang keluar. setiap nada seakan mengisyaratkan  sayatan – sayatan perjalanan hidup insan kecil itu. riuh suara tepuk tangan saling beradu mengagumi sebuah alunan symponi yang sangat cocok di hati. memang benar, violin viola.... 


Salam SmartLife
Aliyah Almas Sa'adah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 11 Maret 2013

Violin Viola



 http://24.media.tumblr.com/tumblr_m7jm2u02Yt1rbzkc7o1_1280.jpg
Wanington DC, February 17th 2013 09.00 am waktu setempat. Kota besar itu telah terjaga dari lelapnya angin malam. matahari telah menyapa diatas gedung – gedung penacakr langit dari negeri Paman Sam yang tak akan kelam diterjang malam. suara klakson mobil – mobil mewah, konglomerat berdasi, para pejalan kaki, daerah – daerah edukasi dan industri telah bangkit dari peraduan untuk mewarnai warni – warni pelangi kota ini.

Sinar matahari kian meninggi. butiran – butiran debu berkeliaran diantara AC-AC kota sekutu ini. meninggalkn setetes peluh di kening setiap jejak langkah insan ibukota, tertatih jalan seorang wajah mungil yang menelusuri jalanan kecil di sisi jalan perkotaan yang menggerus senyuman manis sebagai jalan yang tragis. wajah kecil ini, tak mengingatkan bahwa ia titipan ilahi sebagai anak Washington DC. Ia tak mancung seperti bule – bule yang ada di televisi, kulit tubuhnya pun hanya sekedar sawo matang, tingginya pun standar – standar saja. tak lain lagi kalau itu adalah anak tanah air. Entah apa tujuannya menapakkan kedua kakinya di atas bumu Washington DC.
-      Bukan untuk membuat boneka diantara kristal – kristal es yang saling mengadu di musim salju.
-      Bukan untuk mencari symponi angin hangat diantara dedauanan alami di musim semi.
-      Bukan untuk menyapa sang mentari di tepian pantai di musim panas.
-      Bukan unutk memejamkan mata menikmati perjalanan yang bertabur di musim gugur. 

Bukan itu duhai kawan, bukan itu kemauan di balik senyum tipis wajah mungil itu.”aku anak papa mama, dimanakah mereka menginjakkan kedua mereka, pasti kalian akan lihat tapak kaki kecil di sela – selanya. Itulah tapakku, aku harus bersama mereka dimanapun  mereka. kepada siapa mengadu jika aku sedang sedih... keapada siapa aku menangis jika kakiku lecet.. Siapa yang akan mengajariku bersolek jika aku ingin tampil seperti ratu sejagad semalam ?”. itulah serangkain kata yang keluar dari mulut mungil anak. sederhana memang, namun itulah insan kecil Tuhan. alasan wajib bagi sebayanya. Entah aakah setiap anak dikodratkan begitu ??

Di rumah itu, rumah yang tengah kukuh berdiri di tengah kota termahsyur itu, didekat balkon rumah, suara itu selalu terdengar. Begitu sering. kadang mengeluarkan alunan symponi yang sangat cocok di hati,, namun  terkadang juga bebuah nada yang begitu kuat, nada itu seperti bernyawa, entah pesan apa yang ingin ia sampaikan, nada itu keluar dari sebuah dawai yang dimainkan dengan penuh emosi dan ekspresi di dalamnya. ya, itulah musiknya. Sebuah permainan biola rupanya. senar – senar  biola itu, saling menyatu mengeluarkan nada – nada yang melengking. memberi sapaan kepada padat penat kota besar itu. jari – jari mungil menari – nari diatas senar biola yang tergesek. jemari itu menari dengan begitu gemulai bak penari pendet ananda pulau dewata. Siapa yang terka, siapa yang menduga, siapa yamg mengira. gadis kecil yang senantiasa menapakkan kedua kakinya diatas jalan sentral paman sam itulah, yang lihai meliuk – liukkan jemarinya diatas dawai senar biola itu. keluarganya tahu tentang symponi dan musik, tapi tak  satupun dari mereka yang pernah memainkan tangan – tangan kreatif mereka diatas symponi instrumentalis yang mengais sejuta makna kehidupan di setiap alunan nadanya. insan kecil itu serasa menemukan kawan terbaik diantara rerumunan insan –insan kecil yang setiap pagi mengendarai mobil -  mobil mewah pribadi dengan sopir pribadi mereka.menuju sekolah yang katanya sekoalh internasional. tapi tidak untuk gadis kecil ini. kawan apapun dapat. saling mengisi dan melengkapi, tertawa saat suka menangis saat duka, selalu terbuka, berusaha menyimpan rahasia diantara keduanya.. dan baginya, biola itulah kawan sejatinya. sesuai namanya, tak ironi jika jemarinya pandai berkarya diatas senar biola. viola. ya, viola...itulah nama gadis kecl itu, kerananya kerap sapa tetangga kepadanya”violin viola”. sebuah nama yang serasi baginya dan biolanya.

Hiruk pikuk, bising yang membikin pusing, kacau masih berpasangan dengan balau, derai debu dan lalu lalangkehidupan menorehkan sebuah suratan kehidupan yang berwarna. ada lembah ada bukit. ada samudera ada benua, ada jurang dan ada pegunungan. kehidupan tak akan datar layaknya aliran laut mati. roda masih berputar, jalan masih panjang, ada gunung yang harus didaki, ada samudera yang hars diseberangi, dan ada lembah yang harus dituruni. viola, kutakan dirimu... siapapun tahu kau masih belia, namun tak ada yang bisa untuk mengelak suratan tuhan.tunjukkan jika kamu layak untuk bahagia.

Kisah viola bermula saat kedua kakinya pertama kali bertapak di paman sam.sebuah kehidupan yang bertolak belakang dengan kampung halaman. disini, ia mulai mebuka lembaran halaman kehiduapan. lembaran – lembaran yang ia gores dengan tinta peluh dan air mata. dan itulah buku yang sejati. buku kehidupan violin viola.

 Sekolah baru, tentulah hal itu. ia haarus mampu menerima lingkungan yang mengais tragis setiap canda dan tawa. kawan baru dari anak insan – insan penguasa Amerika ? ibarat pa ia disana ? anak desa yang berharap dapat hidup bahagia dengan kondisi 1800. sorang zero yang ingin menyapa hero yang arogan ? apa nanti balasan si hero ? maukah si hero melirikkan mata sekedar melihat sapaan si zero ? yang ada hanya pukulan maut yang menghantam setiap seyum sapa zero yang tak ada artinya walaupun hanya sekuku hitam. viola masih sabar. Ia hanay insan kecil yang hati dan perasaannya belum peka satu hal yang perlahn – lahan mengeruk senyum dan keikhlasan. ia masih mampu menahan air mata yang akan jatuh di kedua pipi tembemnya.

Ia tahu TUHAN sealu terjaga untuknya. TUHAN tahu apa yang ia mau.ia hanya ingin, ia dan biolanya melukiskan sebuah sejarah baru kota itu. Biola adalah sebuah symponi keindahan yang setiap orang harus tahu. ia dan biolanya harus tetap berkarya.kata pedas dan pahit mungkin terus mendera, tapi semangat hidup ini siapa yang terka. hal yang luar biasa dapat terukir dalam lembaran hidup.

Classical music contest. sebuah sajian kompetisi musik klasik yang ditujukan semua kaum. viola harus ada... semangat dari seorang insan kecil tak akan terhenti. silakan lewat depan rumahnya. alunan biola senantiasa memecah keheningan. senar – senar biola tak jenuh untuk mengeluarkan nada – nada yang begitu memikata raga. setiap waktu, dan selalu. biola sebagai kawan dalam berkarya dan membuka cakrawala dunia. kesempatan itu... ia gunakan untuk berteriak lantang kepada dunia”the world... i can”.  tepukan tangan demi tepuakn tangan silih berganti beradu memberi salut dan apresiasi kepada para pemusik panggung kompetisi. Akankah insan kecil itu masih mendapat sisa tepuk tangan itu ?dengan sebuah biola di tangan nya, ia menapakkan kedua kaki nya diatas panggung mewah itu. ia lemparkan sebuah senyuman tipis kepada seadanya insan malam itu. ia mulai memberikan alunan symponi dalam senar biola. ia pejamkan kedua mata indahnya itu. ia mulai menggesek senar – senar biola nya. 

Dengan membawakan lagu pachelbel milik musisi ternama dunia, wolfgang Amadeus Mozart. Nada demi nada, lirik demi lirik keluar begitu indah diantara senar – senar biola dan tarian dari jemari insan ini seakan tak mengijinkan setipa insan utuk sekedar mengedipkan mata, torehan perasaan tergores didalamnya. ia beri kekuatan di setiap nada yang keluar. setiap nada seakan mengisyaratkan  sayatan – sayatan perjalanan hidup insan kecil itu. riuh suara tepuk tangan saling beradu mengagumi sebuah alunan symponi yang sangat cocok di hati. memang benar, violin viola.... 


Salam SmartLife
Aliyah Almas Sa'adah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar